Monday, December 15, 2008

Boys always be boys (2)

terharu, dongkol, seneng, sedih, bahagia, prihatin, beragam perasaan bercampur baur menjadi satu saat suatu sore aku mengalami kejadian yang cukup unik bersama dahan.

setelah lama istirahat dari senam aerobic yang biasa kulakukan saat masih lajang, siang itu aku bertega hati untuk meninggalkan dahan sendiri bersama sang nenny. untuk yang pertama kalinya sejak kelahiran dahan, hari itu aku memberanikan diri meninggalkan dahan untuk kembali bersenam ria. memang bukan ke gym yang dulu biasa kutongkrongi karena terlalu jauh dari rumah. cukup ke gym terdekat dengan rumah. meski kurang nyaman yang penting bisa kembali berolahraga. sekedar menguras keringat dan mencoba menghilangkan sedikit dampak melahirkan yang notabene cukup mengganggu penampilan.

sekitar dua-tiga jaman aku senam, aku pun bisa segera kembali pulang ke rumah. dengan kerinduan yang bertumpuk pada dahan, ku buka pintu rumah dengan penuh rasa penasaran.

ups... syukurlah. kulihat dahan tak kurang suatu apa. sedang asyik mengobrak-abrik mainan berdua dengan sang nenny. melihat aku datang... dahan segera mendongakkan kepala, tersenyum senang. sontak dia berdiri, dan berlari ke pintu sambil berteriak-teriak nyaring,"ayah...!".....ayah!".... ayah!"

sambil berjalan pelan, mulut mungilnya terus saja menggumamkan kata-kata memanggil "ayah!" sama sekali dia tak menggubris atau menengok kedatanganku. terus berlari ke luar pintu, dan terus ke pekarangan mencari sang ayah.

"Ayah!"...ayah!" ayah!"... katanya tanpa henti sambil melihat ujung jalan masuk ke komplek rumah. kiranya dahan mengira kedatanganku pastilah bersama ayahnya.

duuuuuh.... kasian deh gue. ternyata dahan lebih merindukan sang ayah dari pada diriku. hehehehe.... bener-bener deh... terbukti sosok ayah lebih dekat dan dirindukan anak kita, dari pada ibunya yang notabene selalu bersamanya sepanjang hari-hari yang telah dilewati selama ini. dahan baru bener-bener mencari dan memanggil-manggil ibunya saat dia kehausan dan membutuhkan asi, atau saat ngantuk dan membutuhkan asi pengatar tidur. bener-bener hanya sosok ayah yang selalu dirindukannya saat perutnya kenyang dan bersemangat untuk bermain.

boleh jadi ini membuktikan bahwa anak perempuan memang selalu dekat dengan ayahnya, atau bahwa laki-laki selalu menjadi anak-anak yang abadi. boys always be boys.

itu sebabnya anak-anak kita selalu mencari sang ayah untuk dijadikannya teman bermain bersama yang asyik dan menyenangkan karena sifat kekanak-kanakkan yang terus mengeram pada diri laki-laki sampai setua apapun usia mereka.

Boys always be boys? (1)

mitos atau fakta? adakah yang pernah membuktikan berbeda? Konon anak perempuan selalu dekat dengan ayahnya, dan anak laki-laki selalu dekat dengan ibunya.

soalnya pengalamanku kok nggak gitu yah. baik anak perempuan maupun anak laki-laki selalu saja dekat dengan ayahnya. dekat dalam artian lebih kompak, lebih percaya, lebih bisa menurut, dan lebih asyik bermain de el el. tapi bukan dalam hal dekat saat mereka membutuhkan ASI, membutuhkan disuapi dan hal-hal primer lainnya.

dekat di sini tentu saja dalam artian saat mereka masih menjadi anak-anak yang lucu. dan tentu saja bisa menjadi sangat berbeda bila mereka sudah dewasa. fenomena saat mereka sudah dewasa, tentu saja sangat beragam. ada yang dekat dengan ibunya, ada yang tetep dekat dengan ayahnya, ada yang dekat dengan kakek-neneknya, dan yang pasti... banyak yang lebih dekat dengan pacarnya.

kalau banyak yang mengalami juga seperti pengalamanku ini, apa ya sebabnya? kenapa ayah selau saja bisa lebih dekat dengan anak-anak, terutama saat mereka masih kecil?

apakah hal ini disebabkan karena konon seorang laki-laki akan menjadi anak-anak selamanya? Boys always be boys? Itu sebabnya karena selalu menjadi anak-anak, alhasil mereka selalu bisa mengerti dan memahami secara lebih baik dibandingkan oleh wanita. ayah selalu bisa menjadi teman bermain, teman bicara, teman bercanda bagi anak-anaknya saat kecil.

Hehehe... mungkin juga karena "boys always be boys", meskipun dekat dengan anak-anaknya, ayah tak bisa cukup membantu saat sang anak membutuhkan makan, mandi, ganti baju, sakit, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya yang membutuhkan sosok seorang yang bisa menjadi orang tua yang sesungguhnya. alamaaaaak....!

Thursday, December 11, 2008

Bolah Ruwet dari Pastel, Crayon dan Potlot

Awalnya sepele. Dahan sudah mulai suka main. Sudah suka corat-coret pake pulpen ayah, spidol, pensil alis ibu, bahkan lipstik dan apa saja yang kira-kira bisa meninggalkan noda. Noda untuk bergaya menulis atau pun melukis.

Ayah mencoba memfasilitasi. Nah berdasarkan referensi pengalaman masa kecil ayah, ayah pun memilihkan Dahan sepaket oil pastel. Gede, empuk, enak dipegang, gampang ditorehkan, dan memiliki warna-warna yang sangat menyala lebih dibandingkan jenis alat melukis lainnya. Tentu saja cat minyak dan cat air belum masuk daftar pilihan dalam perbandingan ini.

Oil pastel sudah dibeli. Dahan langsung suka. Langsung getol corat-coret di kertas yang disodorkan kepadanya. Memilih-milih warna yang dia suka, mencoba mengekspresikan jiwa. Coretan garis, melingkar, zigzag, bertumpuk baur tak karuan. Beraneka warna menjadikannya semakin bersemangat. Terus bertualang rupa. Dari selembar dua lembar kertas yang diberikan ibu, beralih media ke tembok-tembok yang luas menantang. Tembok dirasa tidak menantang. Dahan pun beralih ke seprei tempat tidur. Terus berkreasi tanpa henti. Sampai akhirnya teguran ibu menghentikannya.

Warna oil pastel memang bagus. Tapi dampaknya tak sama bagus. Tangan Dahan menjadi kotor tidak karuan. Takut sewaktu-waktu tertelan, Ibu pun mengamankan sang pastel dari jangkauan Dahan.

Melihat Dahan tak lagi aktif berkreasi, ayah pun mencari alternatif lain. Pilihannya jatuh pada crayon lilin. Tidak lunak, tidak gampang lengket dan tidak gampang mengotori tangan. Sayangnya crayon sangatlah licin. Perlu tenaga ekstra untuk bisa menorehkan noda. Kualitas karya Dahan pun menurun drastis.

Ayah pun kembali mencari alternatif. Pilihannya jatuh pada potlot berwarna. Dibelikannya Dahan sepaket potlot berwarna. Dahan kembali asyik melukis. Corat-coret berlagak menulis. Tetapi tak berlangsung lama. Ternyata mata potlot cepat habis. Ayah meringis. Bingung. Sepertinya berpikir, apa lagi ya..? Pastel, Crayon, Potlot.... lalu apa lagi? Sepertinya sampai sekarang ayah belum juga menemukan solusi.

Awalnya sepele, akhirnya ayah bingung sendiri...