Sunday, May 24, 2009

Macbook pun Kalah Ma Kulit Jeruk

Pada suatu pagi yang sudah hangat, om Uki datang dari Takeran. Berbeda dari biasanya. Saat pagi masih sejuk, bahkan dingin, biasanya kita sudah sampai di rumah.
“Kereta datang terlambat,” jawab om Uki pada ayah sambil membuka tasnya dan mengambil beberapa oleh-oleh yang biasanya dibawakan oleh Mbahti dan mbahkung.
Tak seperti biasanya juga, ada sambel pecel kesukaan ayah dan kripik usus, tapi kali ini terbawa juga beberapa biji jeruk nambangan yang cukup besar dan masih segar.
“Dari bapak, kebetulan ada yang cukup matang di pohon,” ujar om Uki menjelaskan.
Dahan yang sebelumnya asyik bermain DVD edukasi pada macbook ayah, sontak meninggalkannya. Ia jadi begitu tertarik pada sang jeruk yang belum pernah dilihatnya bisa sebesar itu. Segera digulang-gulingkan laiknya bola.
Mumpung ada media alami yang bisa dijadikan mediasi permainan anak yang dekat pada alam, ayah pun segera mengupas sebuah jeruk secara acak. Meski pun bukan jeruk Bali yang berkulit tebal, jeruk nambangan ini pun ternyata masih bisa juga dijadikan permainan yang menarik.
Terbawa oleh kenangan masa kecil waktu di kampung ternyata dengan cekatan ayah segera bisa menyulap sang kulit jeruk menjadi kereta-keretaan yang lucu. Terpancing oleh aksi ayah, Dahan pun gak mau ketinggalan. Ia pun ikut-ikutan asyik menggunting dan mencoba memasang-masangkan potongan kulit jeruk dengan lidi untuk membuat kereta versinya sendiri.
Duuuuh… senangnya melihat hal itu. Permainan sederhana ini ternyata cukup merangsang daya kreasi anak, tidak ada unsur kimia yang membahayakan, sekaligus mendekatkan anak untuk kembali ke alam.
Ahhh… andai saja masih banyak media-media alami yang tersedia di sini, khususnya di jakarta ini, tentunya anak-anak Indonesia masih bisa bermain dengan kreatif dan aman tanpa takut ancaman zat merkuri, formalin, perwarna kimia berbahaya, bahan plastik berbahaya yang sempat dihebohkan terkandung pada mainan-mainan plastik buatan China.
Kata ayah… sebenarnya banyak mainan alami yang bisa didapatkan anak-anak Indonesia untuk merangsang kreativitas mereka seperti pelepah pisang, gedebok pisang, pelepah daun ketela, suket (rumput) yang bisa dibuat wayang, bunga rumput, daun gadung yang bisa dijadikan layang-layang, dan banyak lainnya.
Sayangnya, bersamaan dengan maraknya mainan modern yang lebih digitalized dan computerized, mainan-mainan alami tersebut terpuruk sebagai mainan purba yang semakin langka dan terlupakan. Padahal ternyata keasyikan anak kita saat bermain macbook masih kalah dengan asyiknya mereka saat memainkan kulit-kulit jeruk yang ada. Mungkin saatnya bagi sekolah-sekolah anak untuk menyeimbangkan antara porsi pemberian mainan anak-anak yang modern dengan mainan anak-anak yang alami. Dengan begitu anak-anak bisa diharapkan makin dekat dengan alam, dan terbangun kesadarannya untuk menjaga kelestarian alam sekitar kita. Semoga…