Wednesday, September 30, 2009

Matryoshka & Pahlawan Kota Higgly, Indonesia KIta Harusnya Bisa

I'm a Higglytown Hero, brave and true,
I help the town with the things I do.
So work real hard and you will see
That you can be a hero, just like me!
A hero, just like me!

(The hero sings of Higglytown Heroes)


Dahan seneng sekali dengan tayangan Higglytown Heroes yang diputer di TV. Karakternya lucu dan unik. Dari dalam tubuh satu karakter utama bisa bermunculan bermacam karakter lainnya dan begitu seterusnya.

Ceritanya juga sederhana dan cukup mendidik. Tentang keteladanan dalam hidup dan bersosialisasi. Visualnya sangat lucu dan menggoda. Sebuah tontonan buat anak-anak yang sangat menggoda.

Awalnya kita hanya sekedar suka tanpa tahu apa ide dasar dari karakter-karakter lucu yang ada. Sampai akhirnya om Yadi pulang dari Rusia. Om Yadi membawa sebuah boneka. Matryoshka sebutnya. Sebuah boneka khas Rusia yang sangat legendaris. Nah... berkat om Yadilah maka Dahan dan ayah-ibu tahu bahwa ide kreatif Higglytown Heroes, berasal dari eksistensi boneka ini.

Sejarahnya nama "matryoshka" tersebut diambil dari nama "Matryona", yang merupakan nama dari seorang wanita Rusia yang bertubuh gemuk. Menariknya dari boneka Rusia ini adalah dari boneka utama yang gemuk, dapat diisi dengan bentuk karakter boneka-boneka lain yang lebih kecil.

Meskipun dianggap khas Rusia, Boneka Matryoshka ini konon idenya berasal dari Jepang namun sudah menjadi trade mark Russia sejak tahun 1890. Awalnya adalah Sergei Maliutin, seorang pelukis Russia dari Abramtsevo yang terinspirasi dengan boneka kayu klasik Jepang Shichi Fuku Jin (7 Dewa Keberuntungan) dan Fukurokuju (boneka lelaki lucu dengan kepala botak). Pelukis ini minta bantuan kawannya seorang pengrajin untuk membuat bonekanya dan kemudian dilukisnya.

Yang unik, lukisan pada boneka ini berisi cerita cerita berseri mulai dari cerita klasik Russia, kepahlawanan Tsar Russia, dan bahkan yang sedang laris saat ini adalah tentang 'American's Friends' seperti Osama Bin Laden, kalau dibuka di dalamnya ada Saddam Hussein, dibuka lagi ada Ahmadinejad dan lain lain.

Terjawab sudah. Higglytown Heroes nyata-nyata mengadopsi konsep Matryoshka dalam media yang berbeda saja. Kreator Higglytown Heroes tidaklah sekreatif yang terpikirkan sebelumnya. Tapi harus diakui, mereka memang pandai memanfaatkan warisan tradisi dan mengemasnya kembali dalam aplikasi kreativitas modern yang boleh jadi bisa mendekatkan anak-anak mereka bahkan dunia pada tradisi yang ada di daerahnya.

Berangkat dari fenomena Matryoshka dan Higglytown Heroes tersebut, mungkin insan-insan kreatif Indonesia bisa amencoba mencari ide untuk mengemas wayang, dan budaya-budaya tradisi lainnya dalam bentuk-bentuk yang lebih inovatif dan modern sehingga tidak terkubur, dilupakan dan sampai-sampai diklaim oleh negara lain.

Thursday, September 10, 2009

Kalung Daun Singkong, Mainan Engkongnya Engkong

Suatu siang dahan main ke tempat Pakde. Wah... menakjubkan. Meski masih di Jakarta, ternyata ada kebun singkong di belakang mushola samping rumah Pakde. Melihat itu ayah dahan seperti mencoba mengenang sesuatu. Kemudian ayah memetik sebuah daun singkong yang bertangkai panjang. Otak-atik sebentar dan happpp.... sebuah kalung cantik siap dipakaikan ayah ke leher dahan.
Ternyata daun singkong bukan hanya enak buat sayur. Ternyata daun singkong lengkap dengan tangkainya bisa kita jadikan mainan kreatif bagi anak. Mainan alami yang merangsang dan menantang daya kreasi anak-anak.

Mainan yang berupa kalung daun singkong ini bisa kita ajarkan dengan sangat sederhana. Pertama ambil daun singkong segar (yang belum layu) kengkap dengan tangkainya. Kira-kira ambil ukuran satu senti dari pangkal tangkai dan patahkan ke samping secara tidak sempurna sehingga menyisakan kulit tangkainya.
Kemudian ukur sama patahan yang tersisa dan patahkan secara tak sempurna juga ke arah yang berlawanan. Lakukan patahan kedua sisi tersebut secara bergantian sampai akhirnya habis ke daun.

Terakhir potong jari-jari daun sesuai selera sehingga membentuk bandul seperti matahari. Kemudian ambil lidi , potong kira-kira sesenti dan tancapkan ke ujung-ujung pangkal tangkainya sehingga bisa untuk menyatukan sang kalung.

Whew... kalung daun singkong warisan engkongnya engkong pun siap dijadikan aksesoris fashion si kecil. Yuuuukkkkk... kita hidupkan kembali mainan kuno yang alami dan dekat dengan alam yuuuukkk.

Wednesday, September 9, 2009

"Bike 2 Parenting" bukan "Bike 2 Work" apalagi "Work 2 Bike"


Tersentil atas kondisi alam lingkungan yang semakin rusak karena polusi, di Jakarta beberapa orang yang peduli, menggulirkan gerakan masa untuk kembali memanfaatkan sepeda sebagai sarana transportasi ke tempat kerja. Mereka menamakan gerakan tersebut dengan Bike 2 Work.

Menggembirakan. Ternyata gerakan tersebut mendapat dukungan masyarakat yang tidak sedikit. Dari kalangan masyarakat biasa sampai kalangan pejabat teras pemerintahan pun turut memberikan dukungan.

Hebatnya lagi trend olahraga bersepeda kembali mewabah. Seiring dengan wabah itu pun varian dan harga sepeda turut berkembang pesat. Mulai sepeda harga ratusan ribu, jutaan, sampai puluhan juta, semua tersedia. Akhirnya demi gengsi dan hobi banyak kalangan berduit dan setengah berduit yang bersaing membeli sepeda dengan harga yang tinggi. Karena tak sedikit yang memaksakan diri, ada yang usil memplesetkan istilah "Bike to Work" menjadi "Work to Bike".

Dari sekedar omongan, sebenarnya ayah Dahan ingin ikut-ikutan ber Bike2Work, tapi karena jarak rumah dan kantor yang cukup jauh, niat itu tinggal sekedar omongan belaka. Akhirnya sepeda yang dibeli dengan cukup memaksa itu hanya dipakai pada waktu-waktu libur saja. Untung lainnya, ayah Dahan juga nggak tergoda menjadi "work 2 bike". Tidak berambisi meng-upgrade sepedanya sehingga memakan biaya yang cukup memberatkan.

Malahan akhir-akhir ini ayah dahan ini menyebarkan aliran bersepeda baru yaitu "Bike to Parenting". Berbekal dengan sedikit kreativitas dengan membuat boncengan untuk anak, maka sepeda yang ada bisa digunakan untuk kegiatan mengasuh anak. Alhasil.... ayah bisa berolahraga, anak ceria, ibu pun bisa lega.

Tentunya "bike 2 parenting" ini nantinya akan sangat menguntungkan. Anak jadi terbiasa memanfaatkan sarana transportasi sehat sehingga kelak bisa menjadi budaya yang menggembirakan dibandingkan budaya bermotor ria yang sekarang tak kalah maraknya juga.