Friday, September 12, 2008

Wisata rekreatif atau jebakan konsumtif?

Tahukah kita? Kereta belanja adalah kendaraan roda empat paling banyak di muka bumi setelah mobil. Gak banyak yang menyangka kan? Apalagi di Indonesia. Malah banyak masyarakat rural dan pinggiran yang benar-benar belum pernah sekalipun memegang apa yang namanya kereta belanja tersebut.

Cerita tentang kelahiran kereta belanja bermula saat, Sylvan N.Goldman dari Oklahoma City, Amerika Serikat, seorang pemilik dua toko swalayan kecil di kotanya, iseng sering mengamati aktivitas pengunjung tokonya. Dari pengamatannya tersebut dia menemukan fenomena bahwa keterbatasan kapasitas keranjang yang yang disediakan toko, kerap membuat pembeli hanya membeli sedikit barang. Setelah keranjang penuh, pembeli segera menuju kasir dan pulang. Padahal sepertinya mereka bisa saja berbelanja lebih banyak. Fenomena tersebut menggelitik Goldman untuk mencari strategi baru agar pengunjung tokonya berbelanja sepuasnya tanpa terkendala kapasitas keranjang serta kesulitan membawanya.

Akhirnya Goldman menemukan sebuah ide yang cemerlang. Segera dia mendesain dan menciptakan kereta belanja pertama pada tahun 1937. Penemuannya tersebut terbukti dapat meningkatkan omzet penjualan secara signifikan sampai akhirnya ditiru penggunaannya oleh hampir semua toko-toko swalayan di seluruh dunia. Sampai akhirnya kereta belanja sekarang ini menjelma sebagai kendaraan roda empat paling banyak di muka bumi setelah mobil.

Meski terbukti di berbagai belahan dunia, kereta belanja sangat berperan dalam meningkatkan kuantitas belanja konsumen, namun ada yang unik di Indonesia. Di Indonesia, kereta belanja menjadi sarana pendukung wisata belanja, pasalnya dengan adanya kereta belanja, banyak keluarga yang menjadikan pusat perbelanjaan sebagai arena dolan. Keberadaan kereta belanja bisa dijadikan media mainan bagi anak-anak sembari menemani orang tuanya melakukan window shopping.

Nah... yang jadi masalah apakah wisata belanja ini bisa bener-bener menjadi media yang rekreatif atau justru menjadi media edukasi bagi anak-anak sehingga nantinya tercipta sebagai makhluk-makhluk konsumtif yang handal?

No comments: