Wednesday, October 3, 2007

Mengharap Berkah di dalam Aqiqah

Kata orang-orang Aqiqah adalah bukti penebusan. Jadi kalau ada anak belum bisa diaqiqah maka anak tersebut belum ditebus harga jiwanya dari sang pencipta. Mau percaya atau tidak tentu saja terserah kita. Relegi memang tak bisa jauh dari misteri. Munculnya berjuta bahkan tak terbatas interpersepsi menjadikan misteri tersebut tak pernah mati untuk selalu digali. Biarlah masing-masing memiliki interpretasi. Toh akhirnya hanya kita satu persatu yang musti mempertanggungjawabkan diri sendiri serta interpretasi kita kepada sang pencipta yang haqiqi.
Ayah dan ibu dahan tak pernah gampang percaya pada interpretasi orang mengenai bermacam seremoni relegi. Namun ayah dan ibu juga tak pernah gampang menolak mentah-mentah apalagi mentertawakan interpretasi yang dipercaya orang-orang lain. Ayah selalu yakin bahwa sekonyol apapun interpretasi orang akan relegi pasti ada sedikit manfaat yang bisa diterima dengan akal sehat. Menurut ayah mitos-mitos yang berasal dari relegi janganlah dibuang begitu saja. Tetapi harus kita gali lagi dan kita tafsirkan dengan pemikiran yang lebih sederhana dan masuk akal.
Aqiqah bukanlah mitos. Aqiqah adalah salah satu ibadah yang maknanya banyak diartikan masyarakat sebagai mitos-mitos tentang penebusan jiwa. Menurut Ayah aqiqah jelas-jelas merupakan ibadah. Naif rasanya jika kita menyamakan Tuhan sang pencipta dengan kantor pergadaian. Sang pencipta tak memerlukan penebusan kita. Apalagi penebusan yang seperti transaksi jual beli. Orang tua mendapat titipan anak dari Tuhan dan mereka menebus jiwanya dengan kambing aqiqah. Alamaaak... apa seimbang sih jiwa manusia dengan seekor kambing. Itu sebabnya ayah lebih percaya bahwa aqiqah adalah ibadah syukur, bukanlah aktivitas penebusan yang terkadang justru menjadi beban yang memberatkan bagi mereka yang tidak mampu. Sekali lagi bagi ayah aqiqah adalah sekedar ibadah syukur kepada Tuhan semata. Syukur atas nikmatinya, syukur atas berkahnya, atas karunianya dan atas anak yang sempurna. Jadi untuk mewujudkan rasa syukur itulah sudah selayaknya kita membagi kesenangan berupa nikmatnya daging kambing yang dibagikan terutama kepada orang-orang yang jarang merasakannya.Syukur alhamdulillah. Meskipun bukan pada waktu yang diutamakan dalam islam, akhirnya pada hari ke 40 setalah kelahiran dahan, ayah mendapatkan rezeki untuk melaksanakan Aqiqah di tempat yangti. Syukurnya juga, yangti sangat gembira dan menyambut baik rencana ayah dan ibu. yangti begitu bersemangat dan segera menanyakan harga-harga kambing ke mantan muridnya yang mengerti harga pasar. Eh... tanpa dinyana ternyata mbah Masli, dukun bayinya dahan, memiliki anak yang berjualan kambing. Akhirnya, dengan mentegakan hati untuk menitipkan dahan ke Yangti, ayah dan ibu meluncur ke rumah mbah Masli dengan memakai motor bebek Suprafit milik tante yang ditinggal di rumah yangti.
Gak rugi maksain diri. Di sana ayah dan ibu pun menemukan kambing yang cocok. Gagah, gemuk, sehat dan lincah. Meskipun harganya ternyata cukup jauh di atas perkiraan awal tapi ayah tetap yakin membeli kambing tersebut. Yah... buat anak tersayang kenapa nggak memilih yang terbaik saja, begitu kira-kira pikir ayah. Setelah masalah kambing kelar, selajutnya ayah dan yangti pergi mencari kyai yang akan memimpin doa pada acara penyembelihan. Karena pak kyai adalah teman sekolah Yangti maka kesangupannya pun segera terdengar. Pak Kyai akan datang langsung di lokasi sesuai dengan tanggal yang telah ditentukan.
Untuk masalah pengolahan dan pemasakan daging, Ibu dan Yangti mempercayakan kepada haji Danone, pengusaha katering yang cukup punya nama di sana. Esoknya, lagi-lagi dengan menguatkan diri untuk meninggalkan dahan bersama Yangti, ibu dan ayah pergi ke rumah haji Danone untuk membuat kesepakatan. Setelah haji danone sepakat, maka kita pun tinggal menunggu hari-H semata.
Jumat, 4 Mei 2007 adalah hari aqiqah dahan. Rumah haji danone yang terletak di tengah-tengah sawah masih nampak kelabu tersaput kabut yang pelan-pelan terusir panas mentari. Rumput-rumput yang tumbuh liar di pinggir jalanan beraspal nampak berkilau oleh butiran-butiran embun yang bulat gemerlap. Pagi-pagi sekali, subuh, anak mbah Masli telah mengantarkan kambingnya ke rumah haji danone untuk disembelih. Sekitar jam 7 ibu lagi-lagi memberanikan diri meninggalkan dahan bersama Yangti dan bersepeda motor bersama ayah untuk menjadi saksi pemotongan kambing aqiqah dahan. Kabut tinggal tipis tak berarti, butiran embun tinggal satu dua, jam yang ditentukan telah lewat beberapa saat, tapi pak Kyai yang akan memimpin doa tak juga nampak di pelupuk mata. Mau tak mau akhirnya ayah bolak-balik mencari ke rumah pak Kyai, ke tempat dia biasa jalan-jalan, dan juga ke rumah yangti. Siapa tahu pak Kyai mampir dulu ke rumah.
Matahari tak mau menunggu. Ibu gelisah agak marah. Haji danone gelisah takut waktu memasak tak bisa tepat. Sesuai saran haji Danone akhirnya ayah dan ibu memutuskan mengundang Kyai mesjid terdekat saja untuk mendoakan prosesi penyembelihan. Setelah pak kyai diundang dan ternyata bersedia maka acara penyembelihan pun dijalankan dengan sakral. Di sela-sela rumpun pisang kampung yang tumbuh tak tertata, di kebonan yang ada pohon pepaya-nya, sang jagal telah siap menetak golok tajam ke kambing aqiqah dahan yang telah terbaring pasrah.
Pelan tapi mantap, berguman tapi khusyu, diamini ayah, ibu dan orang-orang yang ada, pak Kyai menggumamkan doa dan niat Aqiqah. Bersama asma Allah, cepat golok tajam memotong leher kambing gemuk. Darah muncrat sesaat dan kemudian mengalir tenang dan deras memerahi lahan kebonan yang masih lembab oleh embun. Kambing pun menggelepar, mati tanpa perlu merasakan kesakitan. gerbang pintu aqiqah dahan telah dibuka. melaju pelan dan pasti menuju ridho illahi.
Usai sejenak melihat kambing dikuliti, ibu dan ayah pun bergegas pulang ke rumah yangti. Sekarang tinggal giliran haji Danone untuk menyulap kambing yang mati menjadi hidangan yang layak dinikmati.
Sementara itu di rumah Yangti mulai gelisah. Karena cukup lama ibu pergi, dahan bangun dan minta disusui asi. Karena ibu belum juga datang akhirnya yangti terpaksa beraksi. Menggendong dahan dan menenangkannya semampu yang yanti bisa. Sampai akhirnya ibu tiba bersama ayah, dan dahaga dahan pun segera terobati.

No comments: