
Lempung atau tanah liat adalah media untuk bermain yang sangat mengasyikkan. Tentu saja awalnya kita harus mencari lempung yang baik. Lempung yang baik itu bisa ditemukan dari gundukkan tanah yang tertumpuk menggunung di sekitar liang sarang kepiting sawah. Jadi tak perlu menggali. Cukup ambil saja gundukkan lempung itu yang masih cukup basah sehinnga mudah dan lunak untuk dibuat bermacam permainan.

Sayangnya sejalan dengan evolusi desa-desa menjadi kota-kota, tanah liat tak lagi gampang kita dapatkan. Untuk si kecil Dahan, aku terus mencoba mendapatkan. Untung akhirnya kutemukan juga. Syukurlah... mainan lempung ternyata tidaklah punah. Karena tanah liat semakin sulit didapat, ternyata permainan ini telah berevolusi menjadi media mainan yang disebut lilin mainan. Dua jenis lilin mainan yaitu Dough dan Clay itulah yang sekarang menggantikan peran tanah liat bagi anak-anak di perkotaan. Dan Dahan menjadi salah satu anak perkotaan itu.

Memang... warna-warni Dough dan Clay yang menggairahkan merupakan keunggulan yang tersendiri dibandingkan dengan tanah liat. Tapi entaha kenapa yah aku masih merasa ada yang kurang pada dua media ini dibandingkan dengan tanah liat. Yah... apa boleh buat. Roda modernisasi memang terus bergulir dengan cepatnya. Biarlah kuikhlaskan Dahan secara alami menjadi salah satu pengikutnya. Kalau pun kami merindukan tanah liat, biarlah suatu waktu, suatu saat, Dahan kuajak pulang ke rumah eyang atau mbahnya. Mudah-mudahan masih ada sedikit lempung di sana. Mudah-mudahan lempung yang ada di sana tidak keburu mengering oleh pemanasan global yang membuat cuaca semakin gerah sekarang ini.
Semoga....
No comments:
Post a Comment