Sunday, January 25, 2009

Tahun Baru Pertama yang Kelabu


Pergantian tahun baru 2008-2009 kemarin merupakan perayaan tahun baru pertama yang ditemui dahan. Sebagai perayaan tahun baru pertama yang sejatinya, kami bertiga, ayah, ibu dan dahan ingin merayakannya dengan cara yang berbeda dari biasanya. sayangnya bagaimana bentuk perayaan tersebut belumlah direncanakan.
Kalau dulu ketika masih sendiri ayah seringnya merayakan tahun baru dengan naik gunung. Entah tahun baru hijriyah maupun masehi, ayah sering merayakannya dengan naik gunung.
Sedangkan ibu sendiri sering merayakan tahun baru dengan cukup bervariasi. Mulai dari di rumah saja dan nonton TV, jalan-jalan keliling kota, sampai sesekali bergadang bersama teman-teman.
Namun saat ibu dan ayah sudah pacaran, ibu dan ayah kerap merayakan tahun baru dengan melihat kegiatan-kegiatan budaya yang kerap digelar para seniman di taman budaya yang kebetulan dekat dengan tempat kuliah dan kost ibu dan ayah. Menjelang tahun baru, biasanya para penyuka dan pelaku seni kerap mempunyai acara-acara yang boleh dibilang orisinil dan unik. Mulai dari inovasi pertunjukkan teater, monolog dan baca puisi, performance art, pameran lukisan, instalasi seni dan banyak lainnya.
Malang tak bisa diduga. Sore hari menjelang malam pergantian tahun tiba-tiba badan dahan demam. Ingin konsisten dalam mengurangi penggunaan obat-obatan bagi anak-anak, ibu pun cuma menggunakan plester kompres penurun panas untuk mengatasi demam tersebut. Tapi makin malam panas tubuh dahan tak juga turun. Akhirnya ibu memberikan tempra pada Dahan. Tapi obat ini pun tak begitu berpengaruh.
Khawatir karena panas dahan tak juga turun, bahkan sempat meracau, akhirnya ibu menelpon dspa dahan, takut sang dokter pergi ke luar kota untuk merayakan tahun baru. Untung pak dokter tak keluar kota. Keluarga besar pak dokter justru berkumpul di rumah pak dokter untuk merayakan tahun baru.
Akhirnya dahan pun dibawa ke rumah pak dokter, Aswir, dan diperiksa. Ups... kata dokter dahan menderita radang tenggorokkan. Saat dokter memberikan resep, ibu meminta pak dokter untuk tidak memberikan obat antibiotik. Pak dokter tidak keberatan, tapi dia menyarankan untuk tetap memberikan obat antibitoik karena radang dahan terlanjur parah. Karena khawatir, ibu menyerah untuk menerima antibiotik yang disarankan dokter.
Malam itu, malam pergantian tahun baru 2008-2009. Dengan perjuangan yang tidak enteng, akhirnya ibu bisa menelankan obat yang diresepkan dokter buat dahan. Pelan tapi pasti berangsur-angsur panas dahan mulai turun. Seiring dengan panas yang menurun, ingus dahan mulai keluar dan batuknya pun mulai terdengar mengganggu. Kayaknya demam dahan tadi merupakan pembukaan dari serangan flu yang mencecar pertahanan tubuh dahan.
Meski masih lemas, dahan mulai tenang. Saat menjelang jam 12 malam, satu-persatu kembang api perayaan mulai dinyalakan. Karena sakit yang dideritanya, dahan, tidak seperti biasanya dahan masih terjaga. ayah dan ibu pun bisa mengajak keluar di halaman rumah untuk melihat ramainya kembang api yang kebetulan didukung oleh langit yang cerah.
Lumayan... meski tidak enak badan, hari itu dahan bisa menyaksikan ledakan-ledakan indah kembang api yang menghias langit jakarta yang biasanya cukup sarat oleh polusi yang menyesakkan.